Jumat, 20 Agustus 2010

Rencana Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan (Kasus, Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh)


Permasalahan dan upaya penanganan

Permukiman kumuh merupakan permasalahan krusial bagi fungsi kota karena menjadi hambatan bagi efektifitas perekonomian dan aktifitas inhabitatnya. Kesadaran akan pentingnya permasalahan ini tertuang dalam komitmen penanganan permukiman kumuh di Indonesia oleh Departemen Pekerjaan Umum cq. Direktorat Jenderal Cipta Karya yang dilaksanakan dengan konsep pemberdayaan masyarakat melalui fasilitasi pendampingan yang langsung menyentuh permasalahan strategisnya. Upaya tersebut melalui program peningkatan kualitas lingkungan permukiman seperti program KIP, P2LPK, P3KT dan Program PKL.
Permukiman kumuh timbul karena penyebab dan kondisi yang berbeda-beda. Perbedaan karakteristik permukiman kumuh seharusnya menjadi pertimbangan utama dan “jalan masuk” (entry point) dalam merumuskan rencana penanganannya, sebagai contoh; berdasarkan status tanahnya, beberapa permukiman kumuh berdiri di atas tanah negara atau tanah milik. Dikaitkan dengan kemungkinan penanganan kepemilikan tanahnya dan konsekuensi legal maupun biaya, maka penanganan permukiman kumuh di atas tanah negara akan sangat berbeda dengan permukiman kumuh di atas tanah milik. Berdasarkan perbedaan karakteristik dan permasalahannya, maka dibutuhkan pendekatan dan penanganan yang berbeda. Ketidaktepatan dalam pemilihan pola penanganan yang mengacu pada tipologi permasalahan kumuh akan mengakibatkan kegagalan dalam penanganannya.

Lahan berkembang cepat menjadi hunian sementara yang kumuh dan seringkali bukan pada peruntukan perumahan dalam RTRW/RDTR.

Mempertimbangkan kondisi di atas, maka terlihat peran kajian dan identifikasi terhadap suatu lahan permukiman kumuh dalam menentukan tipologi permasalahan dan kekumuhannya memiliki peran yang sangat penting sebagai dasar atau pijakan untuk memberikan arahan dalam menentukan pola penanganan kawasan kumuh. Oleh sebab itu dibutuhkan kegiatan kajian pendayagunaan tanah di permukiman kumuh yang diharapkan dapat merupakan kegiatan awal dari proses kegiatan penanganan permukiman kumuh yang utuh.

UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas permukiman meliputi upaya melalui perbaikan atau pemugaran, peremajaan serta pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan

Mempertimbangkan bahwa penanganan permukiman kumuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penanganan permasalahan dan strategi pembangunan kota, maka bentuk penanganan permukiman kumuh harus mengacu pada konstelasi penanganan kota. Peremajaan kota merupakan salah satu cara pengembangan kota, karenanya perlu dicermati bahwa kawasan permukiman kumuh yang akan diinventarisasi harus dibatasi pada kawasan kumuh yang akan ditangani dengan peremajaan kota atau terkait dan mendukung program peremajaan kota.

Saat ini di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh masih terdapat permukiman – permukiman yang dikategorikan kumuh. Keterbatasan dan kualitas dari sarana dan prasarana permukiman yang tidak memadai untuk suatu kawasan permukiman menjadi salah satu permasalahan mendasar yang terjadi di daerah tersebut. Hal tersebut telah disadari oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Program – program rencana tindak dan strategi penangannya mulai disusun melalui peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan pengelolaan penanganan permukiman kumuh dengan keyakinan dasar bahwa suatu permukiman yang responsive dapat secara langsung mendukung pengembangan jatidiri, produktifitas dan kemandirian masyarakat penghuninya. Bila hal tersebut terlaksana sebagaimana mestinya, maka permukiman kumuh di kawasan Kabupaten Pidie dapat diminimalisir keberadaannya.

POTENSI KAWASAN
Berbagai potensi yang ada dalam pengembangan di Gampong Blang Asan adalah sebagai berikut:
1. Cukup besarnya proporsi distribusi penduduk Gampong Blang Asan terhadap Kawasan Perkotaan Sigli setelah Gampong Keramat dan Gajah Ayee, yaitu sebesar ± 5,8 % atau 2.069 jiwa dari total jumlah penduduk Kawasan Perkotaan Sigli sebesar 35.685 jiwa, dapat menjadi potensi bagi pembangunan lokal di wilayah Gampong. Namun demikian perlu di kelola dengan baik agar tidak menjadi faktor yang menghambat perkembangan kawasan,
2. Adanya rencana pengembangan perumahan perkotaan
3. Adanya rencana pengembangan rencana kawasan campuran di koridor jalan utama Banda Aceh (Jl Tgk. Cik Ditiro)-Medan (Jl. Prof A. Madjid Ibrahim)
4. Posisi strategis kawasan yang berada di pusat kota bisa dijangkau dari berbagai arah
5. Kecenderungan jadi pusat inti kegiatan diantara 2 kutub pertumbuhan kawasan perkotaan Hierarki I (Pelayanan Kabupaten) dan Hierarki II (Pelayanan Skala Perkotaan).
6. Masih cukup banyak lahan non terbangun di Gampong Blang Asan, dapat menjadi potensi bagi pengembangan dan peremajaan kawasan.



PERMASALAHAN KAWASAN
Berbagai permasalahan pengembangan Gampong Blang Asan dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) aspek, yaitu: aspek fisik dan tata ruang, aspek prasarana dan sarana serta aspek lingkungan.
1. Permasalahan Fisik dan Tata Ruang
 Adanya kecenderungan semakin meluasnya kawasan permukiman kumuh di sekitar daerah aliran sungai Kreung Baro perlu ditindaklanjuti dengan upaya perencanaan yang tepat dan upaya pengendalian yang ketat.
 Pola pemanfaatan ruang yang tidak seiimbang berkembang tidak terkendali dan cenderung kurang optimal di pinggiran Gampong Blang Asan membutuhkan pola penanganan yang tepat agar kegiatan masyarakat sekitar dapat berjalan dengan semestinya.

2. Permasalahan Prasarana dan Sarana
 Buruk dan sempitnya jalan lingkungan yang ada terutama untuk lingkungan padat bangunan perumahan yang cukup menghambat aktifitas warga.
 Saluran drainase yang kurang memadai dapat mengurangi keseimbangan lingkungan.
 Belum adanya Tempat Pembuangan Sampah Sementara baik yang bersifat Arm Roll Truck maupun bangunan TPS diperkirakan sangat dibutuhkan untuk menampung volume timbulan sampah.

3. Permasalahan Lingkungan
 Bila terjadi gelombang pasang yang besar dari laut akan mempengaruhi tinggi muka air Kreung Baro, sehingga tingkat kecemasan akan mempengaruhi juga terhadap penduduk yang berada di sekitar Krueng Baro tersebut. Selain itu berdasarkan data dan pengamatan lapangan kawasan ini berpotensi terjadinya banjir tahunan.
 Pemanfaatan beberapa titik (spot) tepian sungai Kreung Baro oleh masyarakat sekitar yang dipakai untuk Kakus Umum, tanpa adanya pengendalian dapat mengurangi kualitas lingkungan sungai Kreung Baro.
 Terdapat beberapa lokasi yang dijadikan tempat penimbunan sampah oleh warga, seperti sempadan sungai atau tanah kosong
 Tingkat kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah masih kurang

RENCANA PROGRAM PENANGANAN

1 komentar:

HaFnA mengatakan...

Akang bisa minta/copas laporan akhirna teu yang penanganan permukiman kumuh, hatur nuhun
Heli